Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Aneka Penyakit Yang Mengganggu Hubungan Seks

Written By Redaction on Kamis, 04 Agustus 2011 | 14.19

B ila Anda atau pasangan menderita salah satu penyakit di bawah ini, waspadailah, karena bisa mengganggu aktivitas berintim-intim. Yuk, kita simak bersama paparan di bawah ini dari konsultan seks, Dr. Ferryal Loetan, Sp.RM., MMR.

REMATIK

Keluhan utama berupa rasa nyeri di persendian antar tulang belulang maupun otot, bisa datang kapan saja tanpa kenal waktu, entah pagi buta, tengah malam atau siang bolong. Selain berakibat pada kondisi tubuh secara umum, rematik akan menggangu ereksi pria atau minimal tak memungkinkannya mengambil posisi aktif. Sementara wanita tak bisa bersikap "nyaman", hingga posisi pun jadi amat terbatas. Celakanya, saat serangan datang, meski semula pingin, otomatis libido/keinginan seksual pasti akan menurun. Bila sudah ereksi pun, pasti akan turun dengan sendirinya.

Penderita harus berobat teratur untuk mengatasi gejala yang timbul sekaligus menghindari keluhan yang ada. Disamping harus mulai berpikir dan mencari teknik-teknik baru yang pas dan tak menimbulkan trauma untuk penyakitnya. Soalnya, bukan tak mungkin penderita tak mengalami serangan, tapi begitu ambil posisi tengkurap dengan lutut sebagai tumpuan, serangan pun muncul. Bagaimana sikap dan posisi yang pas serta tetap bisa memuaskan pasangan, tentu harus dikonsultasikan ke konsultan seksologi. "Kalau teknik dan posisi yang tepat sudah ditemukan, frekuensi hubungan tak harus dikurangi, kok."

STROKE

Umumnya berupa kelumpuhan setengah badan, baik kiri maupun kanan, meski kelumpuhan total pun bisa saja terjadi, hingga dari segi medis dikategorikan sebagai kecacatan. Stroke akan berpengaruh langsung terhadap kehidupan seksual, terlebih bila yang terganggu adalah bagian limbik di otak yang memang mengatur kemampuan seksual seseorang. Di antaranya memunculkan gangguan kejiwaan berupa hiposeks atau malah hiperseks. Dengan begitu, penderita harus mendapat terapi medis, semisal obat-obatan untuk membangkitkan gairah seksual bagi mereka yang hiposeks atau sebaliknya menormalkan kembali bagi yang hiperseks.

Pengobatan makan waktu lama karena harus digali dan diatasi satu per satu. Artinya, bila memang impoten ditangani dulu gangguan impotensinya. Selanjutnya, jika impotensi sudah teratasi, baru dicarikan teknik-teknik khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan perubahan drastis pada fisiknya. Semisal posisi underlying atau side by side yang memungkinkan bagian tak lumpuh tetap bergerak aktif melakukan perangsangan, selain harus menghindari tempat keras yang bisa menambah tingkat kesakitan.

POLIO

Meski sama-sama tergolong kelumpuhan, kemampuan seksual penderita polio umumnya normal karena yang mengalami gangguan bukan otak. Kendati berakibat kecacatan kaki, misal, toh, banyak teknik dan posisi yang bisa dicoba, terutama posisi duduk. Dengan begitu, polio boleh dibilang tak menimbulkan masalah seksual. Apalagi polio umumnya menyerang saat balita atau jauh-jauh hari sebelum perkawinan.

KELUMPUHAN AKIBAT TRAUMA

Terutama akibat kecelakaan/tabrakan, hingga mengalami patah tulang belakang dan kelumpuhan kaki. Bila kelumpuhan hanya menyerang kaki, terapi seksual yang disarankan relatif sama dengan penderita polio. Sedangkan bila kelumpuhan mencapai ketinggian sebatas perut atau malah mencapai tulang leher dan otot dada, kemampuan seksual dipastikan terganggu atau bahkan mati. Kemungkinan besar pria mengalami impotensi atau gangguan ereksi.

Namun tak usah cemas. Toh, impotensi bisa diobati agar tetap bisa memuaskan pasangan atau setidaknya mampu melakukan aktivitas berintim-intim. Bahkan untuk penderita yang sudah payah, dalam arti cuma bisa bernapas dan tergeletak di tempat tidur pun, masih tetap bisa diupayakan terapi khusus. Dengan memasangkan protesa di penis bila memang sudah tak bisa ereksi, misal, hingga tetap bisa berhubungan dengan pasangan yang ambil peran aktif. Kendati untuk memulihkan kehidupan seksual seperti sedia kala sebelum kecelakaan jelas mustahil.

Lain hal bila trauma mengenai tulang belakang yang berhubungan langsung dengan otak kecil dan syaraf-syaraf penting hingga umumnya berakibat fatal dan sulit tertangani lagi. Kendati demikian, bukan berarti pasangan tak bisa memperoleh keturunan, lo. Soalnya, kelumpuhan pada kasus-kasus seperti ini hanya menimpa kekuatan otot hingga jadi lemah dan bukan pada kemampuan kelenjar-kelenjar atau sel-sel lain yang berkaitan dengan produksi sperma/sel telur. Melalui teknik-teknik khusus dan dengan sperma yang tetap berkualitas bagus, masih bisa diupayakan pembuahan agar punya keturunan.

ASMA

Asma sebetulnya bukan penyakit, tapi gangguan fungsi paru-paru yang bersifat turunan/bawaan. Pencetusnya bisa macam-macam, di antaranya udara dingin, debu dan stres, atau faktor lain semisal makanan dan minuman. Agar kehidupan seksual tak terganggu, penderita harus tahu persis apa pencetusnya dan bagaimana menghindarinya. Kalau perlu minum obat antinya dulu sebelum berintim-intim.

Mengingat aktivitas yang satu ini jelas bakal menguras energi, perlu dipikirkan pula teknik dan posisi yang tak membuatnya terlalu capek. Bukankah kelelahan merupakan salah satu faktor pencetus reaksi asma? Hindari pula suasana/lingkungan yang berisik, berdebu, terlalu panas atau sebaliknya kelewat dingin. Jadikan ruang terbuka sebagai alternatif, semisal alam pantai yang udaranya memang disarankan untuk penderita asma. Sementara soal variasi teknik/posisi berintim-intim, bisa dikembangkan sebanyak mungkin sesuai keinginan dan kebutuhan berdua.

DIABETES

Kendati penyakit ini bersifat genetis/keturunan dan tak bisa disembuhkan, tapi bisa dikontrol agar jangan sampai tercetus atau bertambah parah. Bila mengenai pria, diabetes bisa mengancam kemampuan seksual, terutama menurunnya libido bahkan gangguan ereksi/impotensi. Sebabnya, diabetes yang tak terkontrol menyebabkan kadar gula darah tinggi yang akan merusak sistem saraf di seluruh tubuh, termasuk saraf-saraf tepi pada organ kelamin. Wanita pun bisa mengalami gangguan kemampuan seksual yang sama. Akan tetapi karena kaum Hawa lebih bersifat pasif dan tak diharuskan ereksi, biasanya hal ini tak jadi masalah berarti. Itulah mengapa untuk mengantisipasi agar tak semakin parah, terapi medis perlu dilakukan secara intensif.

JANTUNG

Penyakit ini lebih complicated karena orang yang pernah terkena penyakit jantung umumnya pasti takut berintim-intim. Paling tidak mereka merasakan sendiri rasa sakit/nyeri yang luar biasa hebat di bagian dada yang setiap waktu bisa mengancam jiwanya. "Normal dan manusiawi, sih, tapi tak berarti sikapnya yang takut berlebihan ini bisa dibenarkan."

Selain terapi medis, penderita penyakit jantung juga perlu rehabilitasi khusus yang terdiri beberapa tahap dan mesti dilakukan berurutan tahap demi tahap. Mengingat tiap tahapan bisa makan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan, dibutuhkan kesabaran dan tenggang waktu dari pasangan. Apalagi selama menjalani rangkaian terapi tadi, penderita yang pernah mengalami serangan disarankan tak berintim-intim, karena sudah tergolong parah penyakitnya.

Tentunya, mereka yang pernah mengalami serangan akan dicek/di"ukur" di Bagian Rehabilitasi Medik bagaimana kondisi penyakitnya dan seberapa jauh kemampuannya untuk berintim-intim. Dari pemeriksaan inilah dokter bisa menilai tingkat kondisi keparahan penyakit masing-masing individu sekaligus bisa menetapkan tahapan-tahapan terapi yang harus dilalui dan bagaimana aturan mainnya. Semisal sekarang boleh berhubungan, tapi bersikap pasif, lalu pada tahap berikut boleh berhubungan dengan sikap setengah aktif, dan seterusnya. Selalu ada peningkatan dari satu tahap ke tahap berikut, sebelum akhirnya mendapat "lampu hijau" untuk sepenuhnya aktif. Barulah setelah menjalani semua tahapan terapi tadi, bisa "dilepas" untuk berintim-intim tanpa batasan-batasan lagi.

Jangan Abaikan Terapi

Bila suami-istri sama-sama sakit, menurut Ferryal, sebetulnya lebih menguntungkan, karena libido seksnya sama-sama menurun dan seimbang, hingga tak jadi masalah. Masalah baru muncul bila timpang sebelah, yang satu menurun kemampuan seksualnya sementara pasangannya tetap stabil. Penderita yang mesti menjalani "puasa", contoh, tentu akan menimbulkan masalah bila pasangannya tak menjalani terapi. Paling tidak, selama menjalani "kekosongan", pasangan pun perlu berkonsultasi dengan dokter bagaimana caranya tetap bisa melampiaskan libidonya dengan teknik-teknik tertentu tanpa harus mengusik penyakit suami/istri.

Selain itu, penyebab menurunnya kemampuan seksual bersifat multi faktor, hingga penanganannya pun harus disesuaikan dengan penyebabnya. Itu sebab, terapi dari konsultan seks amat diperlukan, baik bagi si penderita maupun pasangannya. Soalnya, keberhasilan aktivitas berintim-intim di antara suami-istri ditentukan oleh kedua belah pihak, bukan cuma salah satunya.

Tentu saja, bukan hal mudah mengajak pasangan yang bermasalah untuk berkonsultasi apalagi menjalani terapi. Sebab, bisa saja ia merasa putus asa dengan ketakmampuannya itu, lalu pasrah dan menutup diri dengan membunuh dorongan seksualnya. Nah, kita perlu membangkitkan semangat hidupnya bahwa ia bisa sehat dan bisa menjalankan fungsinya sebagai suami/istri, walaupun mungkin tak seperti sedia kala sebelum sakit. "Jangan pernah menyerah karena perkawinan dan kehidupan seksual bisa tetap jalan terus dengan normal sepanjang mau berkonsultasi dan menjalani terapi," bilang Ferryal.

Th. Puspayanti/nakita

0 komentar:

Posting Komentar